Labels

Labels

Home » , » KEPASTIAN PENENTUAN BULAN PUASA RAMADHAN MENURUT MUI DAN PEMERINTAH TAHUN 2013/1434 H

KEPASTIAN PENENTUAN BULAN PUASA RAMADHAN MENURUT MUI DAN PEMERINTAH TAHUN 2013/1434 H

KEPASTIAN PENENTUAN BULAN PUASA RAMADHAN MENURUT MUI DAN PEMERINTAH TAHUN 2013/1434 H - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Harus mampu melakukan langah-langkah kongkrit agar berbagai perbedaan dalam menentukan awal Bulan Ramadhan dan Hari Idul Fitri tetap kondusif dan tidak menimbulkan sikap-sikap yang saling merugikan kehidupan beragama di Indonesia. MUI selayaknya bisa segera mengakhiri berbagai perbedaan itu dengan menggelar halaqoh bersama para ulama yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam penentuan awal Ramadhan dan Idul Fitri atau tanggal 1 Syawwal. Kalau perlu, MUI bisa mengambilalih dari Kementerian Agama RI. Demikian dikemukakan Pengamat Keagamaan, yang juga Dosen Universitas Indonesia, Dr. H. Abdi Kurnia kepada MUIonline di Jakarta, Senin (1/7).

Seperti diketahui, selama ini sering terjadi perbedaan penetapan tanggal 1 Ramadhan dan tanggal 1 Syawwal antara Muahmmadiyah dan pemerintah melalui lembaga itsbatnya. Belum diketahui dengan pasti, apakah tanggal 1 Ramadhan dan 1 Syawwal tahun 2013 ini akan kembali mengalami perbedaan atau tidak. Yang jelas, Muhammadiyah jauh-jauh hari sudah menetapkan tanggal 1 Ramadhan pada tanggal 9 Juli 2013 dan tanggal 1 Syawwal atau Hari Idul Fitri jatuh pada tanggal 8 Agustus 2013. Sementara pihak pemerintah masih akan menunggu hasil rukyat (melihat hilal) pada akhir bulan Sya'ban mendatang atau sekitar pada 8 Juli 2013 sore.

Kalau pada 8 Juli itu Lembaga Itsbat Kementerian Agama RI berhasil melihat hilal, maka dipastikan awal Ramadhan jatuh pada 9 Juli 2013, sama dengan ketentuan Muhammadiyah. Tapi kalau tidak, maka bisa jadi awal Ramadhan akan jatuh pada tanggal 10 Juli 2013, berbeda dengan penentuan pihak Muhammadiyah. Begitu juga untuk penentuan Idul Fitri, pihak pemerintah nantinya akan terlebih dahulu melakukan proses melihat hilal terlebih dahulu.

Menurut Abdi yang juga staf pengajar di Kulliaytul Qur'an Al-Hikam II, Kota Depok, sebenarnya MUI selama ini bisa memerankan sebagai fasilitator aktif dalam rangka mendekatkan kedua pandangan yang berbeda itu. MUI bisa menggunakan pengaruhnya untuk melakukan langkah-langkah yang mampu diikuti oleh kedua belah pihak yang saling berseberangan dalam menggunakan metode penentuan awal bulan, khususnya berkaitan dengan Bulan Ramadhan dan Idul Fitri. "Seharusnya bisa. Tapi, kemana MUI selama ini. Kan tidak seharusnya MUI membiarkan umat terus menerus dirundung ketidak pastian seperti ini," keluh Adnan sambil menambahkan, berdiamnya MUI akan membuat perannya kurang mendapat penghormatan yang layak di tengah umat Islam sendiri.

Menjawab pertanyaan, Abdi mengatakan bahwa penentuan awal Ramadhan dan awal Syawwal itu sangat penting karena secara langsung berkaitan dengan ibadah puasa. Dan selama ini, peran MUI seolah tidak mampu menampilkan kekuatannya sebagai pemegang fatwa akhir berkaitan dengan awal Ramadhan dan Idul Fitri. Seharusnya, proses penentuan Ramadhan itu berada pada kwenangan MUI terlebih dahulu, baru legalitas formalnya dikumnikasikan melalui Kementerian Agama. Tapi MUI kenyataannya diam dan tidak terdengar sedikit pun bersuara. Lembaga keulamaan itupun lalu seolah menjadi macan ompong.



Untuk itu, ke depan, menurut Abdi, MUI diharapkan bisa mengambil peran aktif dalam meredakan perbedaan dalam menentuakan awal Ramadhan dan Idul Fitri. "MUI harus ambil alih proses penentuannya. Kalau perlu termasuk penentuan kebijakannya sebagaimana fatwa MUI di bidang-bidang lain. Artinya, pemerintah perlu memberikan otoritas penuh kepada MUI untuk menentukan dan mengumumkan. Tentu, dalam prosesnya, MUI perlu bekerjasama dengan lembaga lain seperti Kementerian Agama, Pengadilan Agama serta seluruh Ormas Keagamaan yang ada. Dengan penentuan oleh ulama, maka seluruh komponen umat beragama harus dipaksa untuk patuh," tegasnya.

Di bagian lain, Abdi menyambut baik sikap MUI untuk melakukan kontrol terhadap tayangan telavisi selama bulan Ramadhan. Materi tayangan televisi memang harus tetap memberikan dukungan efek bagi proses kualitas keagamaan. Mengingat bahwa Bulan Ramadhan merupakan bulan mulia danbulan ibadah penuh siang dan malam bagi umat Islam. Karena itu, suasana Ramadhan tidak boleh dirusak oleh tontonan-tontonan yang kurang mendidik dan kurang mendukung bagi semangat keibadahan. "Saya setuju, acara dakwah pun harus senantiasa berada pada koridor kesantuanan dan kearifan yang mampu memengaruhi dan memotivasi para pemirsa untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

"Bahwa ada sedikit bercanda yang sekedar menghidupkan suasana jenuh, silakan saja. Tapi bukan berartyi dari awal hingga akhir lalu bercanda terus-terusan. Bagi pemilik stasiun televisi, nilai dakwah di Bulan Ramadhan kiranya harus lebih diberikan semangat dibanding nilai komersilnya. Insya Alloh pasti akan berkah kok," katanya.
Judul: KEPASTIAN PENENTUAN BULAN PUASA RAMADHAN MENURUT MUI DAN PEMERINTAH TAHUN 2013/1434 H
Rating: 100% out of 100% based on 100000 ratings. 100000 user reviews.
Ditulis Oleh ADMIN
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda...